Buat kamu yang lagi cari bacaan ringan dan mungkin heartwarming, aku rasa novel ini bakalan cocok nih sama kamu. Novel yang baru-baru ini aku selesaikan dan aku nggak nyangka kalau aku suka sama novel yang ini!
Emangnya novel apa tuh? Nah di blog kali ini aku mau membahas novel A Man Called Ove yang ditulis oleh Fredrick Backman. Mungkin kamu pernah setidaknya denger ya judul novel yang cukup hype ini di mana-mana, dan juga novel ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia juga loh!
Dan kali ini aku mau bahas secara lengkap impresiku mengenai isi dari novel yang ini. So langsung saja kita mulai yuk ke pembahasannya!
Suatu hari datanglah pasangan baru dalam lingkungan perumahan Ove yang cukup membuat impresi pertama tetangga baru itu sedikit tidak enak di mata Ove, yang tentu saja membangkitkan jiwa-jiwa Ove yang tampak selalu kesal.
Lewat sudut pandang Ove si lelaki tua, kita jadi tahu juga nih apa sih yang kesehariannya dilakukan dan dipikirkan dari lelaki yang seusia dirinya. Dan mengikuti pikiran-pikiran Ove membuat kita tidak akan menyangka bahwa di balik kejengkelan yang selalu ditampilkan Ove itu, terselip sedikit sifat yang saling memperhatikan sesama dan itu cukup sukses membuatku terharu.
Penasaran apa yang akan dilakukan Ove di dalam novel ini? Kamu bisa cari tahu jawabannya di novelnya sendiri ya!
Sekarang kita mulai ke reviewnya dan aku akan membahas narasinya dulu. Seperti yang sudah kubilang tadi kalau narasinya diambil dari sudut pandang orang ketiga yang berfokus pada Ove, meskipun begitu kita tetap bisa tahu apa saja sih yang dipikirkan dan dirasakan Ove ini.
Lewat POV Ove ini aku jadi tahu kalau dia memang orangnya tidak sabaran dan selalu menganggap segala sesuatu itu hitam dan putih. Yang mungkin khasnya orang-orang berumur kali ya. Lewat penuturan itu pula aku jadi tahu hal-hal yang mungkin sederhana dan remeh temeh bagi anak muda, ternyata cukup membuat struggle bagi mereka yang sudah tua. Dan di satu sisi jujur saja itu cukup kocak dan menghiburku pribadi, meskipun nggak jarang aku merasa membenarkan statement yang dikeluarkan pikiran Ove itu.
Alur cerita ini bergerak maju mundur yang akan memulai kisah Ove yang pada suatu hari dia mengunjungi sebuah toko elektronik dan berniat untuk membeli alat yang dia sebut-sebut sebagai komputer. Tapi karena dia tidak tahu secara pasti, dia hanya menginginkan sesuatu yang bernama komputer itu namun dengan "syarat-syarat" yang cukup membuat orang sukses tak mengerti maksudnya. Tentu saja hal tersebut merusak hari Ove dan juga merubah pandangannya terhadap kelakuan orang-orang di zaman sekarang.
Lalu kita akan mengikuti kisah Ove selanjutnya, bagaimana kehidupannya di neighbourhood-nya itu serta seluk beluk beberapa konflik-konflik kecil yang mungkin terjadi antar-tetangga gitu-gitu lah ya. Dan di sini pada satu titik kita akan mengikuti cerita ketika Ove ini masih kecil. Bagaimana dirinya hidup dan besar dengan keadaan yang mungkin cukup menguntungkan hingga dirinya dewasa dan menikah, dan menemukan hal-hal baru alias arti penting kehidupan itu sendiri.
Jujur bagaimana cerita-cerita yang disampaikan baik dalam alur maju atau pun alur mundur sanggup membuatku menaruh empati karena unsur heartwarming yang dibangun cukup perlahan-lahan sehingga membuat pembaca merasa cozy.
Selanjutnya untuk tokoh-tokoh, di sini ada lumayan banyak sebenarnya dan aku bisa bilang kalau hampir kesemua tokoh di sini cukup memainkan peran yang aktif dalam ceritanya. Awalnya mungkin kalian akan dibuat bingung dan merasa tokoh-tokoh ini nggak penting yang hanya membuat hidup suasana neighbourhood-nya saja. Tapi ada satu titik di mana tokoh-tokoh ini saling berkumpul sehingga peran mereka benar-benar main di dalam sini.
Sifat masing-masing tokoh yang mungkin nyeleneh, mengingat mereka ini bisa dibilang dewasa juga, sedikit banyak membuatku geleng-geleng kepala. Bahkan Ove sendiri pun merasa hal ini cukup merisaukannya sendiri.
Hal yang aku suka dari novel ini adalah dengan bagaimana penulis mampu menuturkan isi pikiran orang tua. Meskipun aku sendiri nggak tahu sebenarnya apa yang ada di pikiran mereka secara spesifik. Namun dengan seiring banyaknya waktu yang mereka timbun, mereka juga semakin banyak mengenang suatu kejadian yang tidak terkecuali dialami sendiri oleh Ove. Mengikuti kisah Ove cilik hingga Ove yang sekarang juga menurutku sayang untuk dilewatkan.
Kemudian aku juga suka dengan bagaimana penulis mampu menyelipkan sedikit isu-isu sosial yang mungkin beredar seperti hak para perempuan. Meskipun unsur-unsur tersebut tidak terlalu gamblang alias kulitnya saja, tapi cukup lah untuk membuat percikan-percikan menggugah di dalam novel ini.
Sementara untuk hal yang kurang aku suka mungkin terletak pada beberapa bagian, narasinya cukup deskriptif sehingga kesannya seperti too much information. Terkadang aku merasa bosan dan di beberapa bagian juga cukup repetitif, sehingga aku kadang bingung merasa pernah membaca bagian yang itu sebelumnya.
Akan tetapi aku tetap menyukai novel ini. Novel yang ditutup dengan ending yang sanggup menghangatkan hati dan membawa banyak sekali pesan-pesan. Jadi aku mau kasih 4,5 bintang untuk novel yang ini. Aku rekomendasikan novel ini buat kamu yang mungkin cari bacaan ringan atau menjadi bacaan selingan sebelum melanjutkan menuju beberapa bacaan yang mungkin terkesan lebih berat.
Oke itu tadi adalah ulasanku mengenai novel A Man Called Ove yang ditulis oleh Fredrick Backman. Kalau kamu sudah baca sampai sini aku ucapin terima kasih ya! Dan sampai sini dulu blognya, kita ketemu lagi di blog yang selanjutnya!
Komentar
Posting Komentar