Di bulan ini aku menemukan kembali salah satu novel klasik yang menurut aku cukup absurd, namun bisa kubilang topik ini juga cukup dekat dengan lingkungan sosial kita. Di mana novel ini akan mengungkap bagaimana seorang lelaki berpikir untuk selalu mencari kebahagiaan lewat hal-hal eksternal.
Waduh, belum apa-apa kalimatnya sudah puitis begini. Maklum, karena novel ini sendiri menurut aku sangat amat puitis cara menyampaikannya, jadinya kebawa-bawa deh.
Kali ini aku mau membahas novel Rumah Perawan yang ditulis oleh Yasunari Kawabata. Aku baca yang versi terjemahan yang diterbitkan oleh Gramedia. Jadi kalau kalian penasaran gimana impresiku terhadap novel ini, langsung saja kita mulai yuk!
Novel ini sebenernya cukup simpel premisnya, yaitu bercerita tentang kehidupan seorang lelaki tua berusia 67 tahun yang menghabiskan masa-masa tuanya untuk mengunjungi tempat yang dikenal dengan "Rumah Perawan".
Tentu saja di dalam tempat itu hanya beriskan wanita-wanita yang mana akan berperan sebagai teman tidur. Begitu juga dengan lelaki tua yang jadi tokoh utama di sini, akan mengalihkan beberapa pikirannya dengan mengunjungi rumah itu untuk dapat tidur dengan wanita-wanita itu.
Dan nggak jarang juga, dengan berbagai kunjungannya itu, dia terkadang dibawa ke ingatan masa lalunya.
Itu tadi sedikit penjelasan novel ini bercerita tentang apa. Sekarang aku mau membahas narasinya dulu. Narasinya dituturkan dari sudut pandang orang ketiga yang akan berfokus pada pria tua tersebut.
Meskipun menggunakan sudut pandang orang ketiga, aku sendiri cukup bisa dibuat tahu apa yang dirasakan oleh si pria tua ini. Tapi oh tapi, gaya bahasa dari novel ini bener-bener nyastra bahkan aku harus membaca beberapa kalimat secara berulang-ulang untuk memahami apa yang ingin disampaikan di sini.
Entah apakah itu benar-benar faktor dari tulisan si penulisnya atau karena terjemahannya. Tapi aku sendiri cukup sering membaca novel-novel klasik dengan cover yang seperti ini sebelumnya, nggak pernah merasakan kesulitan selayaknya yang kualami di novel ini sih.
Untuk alurnya sendiri bergerak secara maju dan bergerak secara lamban. Mungkin buat kamu yang nggak terbiasa dengan cerita lamban, membaca cerita ini rasanya greget karena kita jadi nggak tahu poin apa yang mau disampaikan oleh penulis. Dan kita jadi nggak merasakan ada sesuatu yang wah yang harus kita cari di ending buku ini gitu, paham nggak sih.
Ya meskipun novel ini cukup tipis sebenarnya. Sekitar 120-an halaman gitu, tapi aku pribadi butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan novel ini. Salah satu faktornya, ya karena alurnya itu tadi.
Untuk tokoh-tokoh di sini, selain ada si pria tua dan juga wanita-wanita yang pernah dia kunjungi, ada juga tokoh lain seperti penjaga dari Rumah Perawan itu dan juga sahabat si pria tua ini. Meskipun porsi mereka nggak sebanyak si pria tua, tapi terkadang aku merasakan bahwa kehadiran mereka di sini tuh cukup janggal lah. Dan entah kenapa aku merasa adanya ke-merinding-an saat membaca bagian-bagian mereka.
Sekarang aku mau bahas hal yang disuka. Jujur, aku sendiri juga bingung apa yang bisa aku petik dari novel ini. Mungkin novel ini emang bener-bener pengen nunjukin bahwa pikiran lelaki terkadang cukup "brengsek" dalam arti yang sesungguhnya. Meski sudah tua, berkeluarga, bercucu, tapi masih ada saja lelaki di luar sana yang ingin mencari kesenangan di tempat-tempat seperti ini. Yang bisa aku bilang juga semacam sindiran sosial kali, ya?
Sementara untuk hal yang kurang kusuka yaitu bagaimana novel ini at somehow sangat menggelikan. Baik dari judul nya saja menurutku cukup triggering juga, ditambah dengan isi novel ini yang sepertinya bisa diprediksi bagaimana isinya. Nggak perlu aku jelasin panjang lebar sih ya?
Dan ini akan berlanjut ke poin terakhir yaitu rating. Sayang sekali aku cuma bisa kasih 3 dari 5 bintang untuk novel ini. Memang not my cup of tea aja sih ya. Tapi kalau kamu lagi gabut atau lagi pengen cari bacaan yang lumayan tipis, menurut aku bolehlah untuk dicoba baca...
Oke itu tadi adalah reviewku mengenai novel Rumah Perawan yang ditulis oleh Yasunari Kawabata. Terima kasih buat yang baca sampai sini, dan kita akan ketemu lagi di blog-blog yang selanjutnya. Dadah!
Komentar
Posting Komentar