Di awal September ini aku kembali lagi membaca salah satu novel klasik yang kayaknya sudah jadi wishlistku dari lama, dan aku seneng banget karena ada kesempatan untuk beli dan baca dan menikmati sendiri karya ini.
Kali ini aku mau ngebahas Theresa yang ditulis oleh Emile Zola, salah satu penulis sastra dari Prancis. Jadi kalau kamu penasaran bagaimana impresiku mengenai judul ini, langsung saja kita mulai yuk!
Madame Raquin yang merasa iba pun mau merawat anak perempuan itu bersama dengan Camillus yang karena suatu hal, mengalami serangkaian penyakit yang membuat pertumbuhannya terhambat. Dan anak perempuan itu kemudian diberi nama Theresa.
Akhirnya pun kehidupan ketiga orang itu berjalan selayaknya keluarga kecil lainnya, hingga suatu hari membawakan mereka ke kesimpulan untuk menikahkan Theresa dan juga Camillus.
Pernikahan pun berjalan lancar, hingga singkat cerita Camillus sering membawa beberapa rekan kerjanya untuk berkunjung ke kediaman keluarga Raquin, dan dari situ salah satu kejadian yang tidak terduga yang muncul dari pikiran-pikiran buruk salah satunya pun mulai terlintas, hingga akhirnya tertanam dengan kuat, dan membuahkan hasil yang sangat memilukan.
Sekarang kita mulai ke pembahasannya, yang pertama aku mau membahas gaya bercerita dari novel ini. Novel ini dinarasikan dari sudut pandang orang ketiga yang akan berfokus pada tokoh-tokoh anggota keluarga Raquin yang hanya berjumlah tiga orang. Meskipun aku bilang pakai sudut pandang orang ketiga, kita sebagai pembaca tetap bisa mengikuti pikiran-pikiran dan perasaan tokoh di dalam sini, yang semakin ke belakang membawa kengerian tersendiri.
Aku suka dengan bagaimana detailnya penulis menjabarkan pikiran-pikiran itu, yang pada suatu titik benar-benar membawa kita ke kengerian yang dihasilkan dari pikiran jahat dan busuk itu. Dan bagaimana penulis juga mampu menggambarkan suasana yang ngeri dan mencekan di dalam sini, dengan bumbu suram juga sukses bikin aku melongo. Seolah-olah narasi itu membelokkanku dari ekspektasi awal yang berkata bahwa novel ini akan sama seperti novel romance klasik lainnya.
Alurnya sendiri bisa kubilang cepat sebenarnya, karena menceritakan secuil biografi Theresa dari awal mula dia bayi hingga dewasa dan menikah dengan Camillus, diceritakannya benar-benar mengalir dan cepat. Dan bagaimana kejadian demi kejadian yang membuahkan benih kengerian itu juga timbul di setiap kita membaca membuat ceritanya sukses enak untuk diikutin. Mungkin karena unsur sastra yang benar-benar kental di dalam novel ini, membuat seolah pergerakannya lambat.
Aku pribadi nggak merasa ada masalah dengan pergerakan alur yang seperti itu, juga bagaimana alurnya disajikan maju-mundur di beberapa bagian juga nggak membuatku lantas bingung.
Untuk tokoh-tokoh di sini nggak terlalu banyak. Meskipun begitu aku suka dengan bagaimana para tokoh-tokoh di sini mempunyai pikiran masing-masing yang seolah menyatakan kebenaran mereka semua. Lagi-lagi hal itu terpatri dalam pikiran masing-masing tokoh yang emang kentara banget di sini.
Untuk tokoh Theresa sendiri aku merasa dia wanita yang seolah diombang-ambing kebenaran, karena dia melakukan apa yang sekiranya bisa dia lakukan sembari mencari perlindungan, namun di sisi lain Theresa juga ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu dan kuat. Mungkin karena kejadian demi kejadian yang membuatnya sedikit merasa gilalah yang membuat sifatnya yang seperti itu lantas muncul, kalau menurut aku sih.
Sekarang aku mau bahas hal yang kusuka. Novel ini surprisingly membawakan nuansa baru dan pengalaman baru juga dalam membaca novel klasik. Karena di bagian awal novel ini cukup menyodorkan keindahan-keindahan yang ada di Prancis sana, namun semakin ke belakang hawa dari novel ini cukup suram bahkan kelam, yang membuat kita sebagai pembaca diliputi perasaan ganjil saat membacanya.
Yang kedua mengenai pemilihan diksi dari penulisnya yang menurut aku cantik, tapi seolah membawa pengertian yang kuat terhadap seluruh kalimatnya. Dan hal ini menurutku juga didukung oleh terjemahannya yang enak. Kayak contohnya di sini, alih-alih menggunakan kata "menantu", terjemahannya justru menjadi "kemenakan" yang mana ini adalah kata asing yang baru buatku, tapi membawa kesan yang unik dan klasikal.
Dan membaca novel ini cukup candu meskipun aku menghabiskan hampir seminggu untuk menyelesaikannya. Seolah kata demi katanya tuh nikmat layaknya menyeruput kopi.
Sementara untuk hal yang masih mengganjal buat aku, ini juga terkait terjemahannya sih. Aku nggak tahu kenapa banyak sekali typo dan penggunaan tanda baca yang salah dalam edisi yang aku baca. Aku baca novel Theresa ini versi terjemahan yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia, cetakan pertama.
Mungkin karena cetakan pertama sehingga masih ada kesalahan-kesalahan kecil, yang meskipun kecil, tetap membawa perasaan mengganjal dan sedikit menganggu pengalaman membacanya sendiri. Tapi untuk secara cerita aku tidak mempermasalahkannya sama sekali.
Sehingga ini membawa ke kesimpulanku untuk kasih 4,5 bintang untuk novel klasik ini. Bisa saja aku kasih 5 bintang sempurna bahkan, tapi karena faktor yang sudah kusebutkan tadi membuatku sedikit menurunkan penilaianku terhadap novel ini.
Oke itu tadi adalah ulasanku mengenai novel Theresa yang ditulis oleh Emile Zola. Buat kamu yang sudah baca bisa share juga opininya di kolom komentar ya! Terima kasih buat yang sudah baca sampai sini dan kita ketemu lagi di blog selanjutnya!
Komentar
Posting Komentar