Buat kamu penggemar Tere Liye pasti sudah nggak asing dengan novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, dong? Dan judul yang satu ini sempat viral di twitter beberapa tahun yang lalu karena isinya yang dianggap "tidak pantas"? Waduh, emangnya kenapa tuh?
Jadi di blog kali ini aku bakalan membahas novel ini secara lengkap dan juga cari tahu yuk impresiku mengenai novel yang satu ini.
Novel ini bercerita tentang gadis kecil bernama Tania yang menjalani kehidupannya sebagai seorang pengemis, bersama adiknya, di pinggiran jalan setiap harinya untuk meraih uang untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Kehidupan normal keluarga Tania yang awalnya baik-baik saja harus berubah drastis dan menyebabkan keluarga Tania tinggal di sebuah rumah kardus dan mengakibatkan dirinya dan adiknya putus sekolah dan mengamen.
Suatu hari Tania dan adiknya mengamen seperti biasanya di bus kota, dan mereka bertemu dengan salah seorang pria yang merasa iba padanya. Singkat kata pria ini terus bertemu dengan mereka dan lambat laun seolah memang sengaja untuk mempertemukan diri.
Tania, adiknya, beserta ibunya tidak akan menyangka kehidupan mereka setelah itu akan berubah seratus delapan puluh derajat dengan kehadiran "malaikat" tersebut. Dan lambat laun membuat perasaan kagum Tania terhadap pria itu mulai membuncah.
Kalau dari premis mungkin cukup complicated lah ya, dan juga bagaimana setting yang diambil oleh penulis tuh juga sukses bikin cerita ini kerasa nyata.
Sekarang kita mulai reviewnya dengan membahas bagian narasi. Novel ini dituturkan dari sudut pandang orang pertama dari sudut pandang Tania. Untuk gaya bercerita Tere Liye lagi-lagi tidak perlu diragukan lah ya. Bahasa di sini menurutku indah dan mungkin untuk beberapa orang akan cenderung metaforik. Bahkan kalau aku lihat di Goodreads ada yang bilang penulisan novel ini cukup hiperbola, tapi aku pribadi nggak merasa ada masalah dengan hal itu.
Untuk alur sendiri di sini disajikan secara maju-mundur yang bermula dengan scene Tania yang sedang mengunjungi toko buku terbesar di kotanya yang menjadi tempatnya bernostalgia. Jadi ceritanya di situ Tania sudah dewasa dan mereka ulang kembali kejadian-kejadian di masa lalunya, dari dirinya masih menjadi pengamen hingga dirinya yang sekarang ini dengan kehidupan yang berbeda.
Well pada awalnya aku nggak menganggap wow atau lebih dari pergerakan alurnya itu. Namun lama kelamaan aku mulai sadar bahwa alurnya ini bergerak untuk menemukan kepingan puzzle-nya. Dan ketika sudah sampai di bagian tersebut, rasa-rasanya segala sesuatu mulai berjalan sebagaimana mestinya. Menurutku keren sih.
Untuk tokoh-tokoh di sini nggak terlalu banyak sebenarnya. Hanya keluarga kecil Tania dan juga pria yang membantunya itu dan juga pacarnya. Paling-paling kita akan menemukan tokoh lain di pertengahan buku yang mana itu adalah sahabatnya Tania.
Tokoh Tania sendiri menurutku adalah sosok yang cukup mempunyai pendirian dan tahu apa yang terbaik untuknya. Dia juga nggak mudah menyerah dan cenderung memotivasi adiknya untuk hidup ala kadarnya. Nah, tapi ada satu sisi Tania yang nggak terlalu aku suka yang bakalan aku bahas di poin berikutnya.
Sekarang aku mau bahas hal yang aku suka dari novel ini. Yang pertama tentu aja bagaimana penulis menyusun alur dan menarasikannya dengan baik, dan bagaimana deskripsi tempat di sini juga sukses bikin aku merasakan bagaimana nyatanya tempat itu. Yang mana salah satu tempatnya itu adalah Singapura tempat Tania akhirnya menempuh pendidikan di sana.
Sementara untuk hal yang kurang aku suka, dan ini mengacu pada poin sebelumnya, yaitu mengenai sifat Tania yang menurutku di beberapa sisi agak denial ya. Tania lama kelamaan mulai merasa bahwa pria penolongnya itu adalah "miliknya" dan dia mulai menaruh perasaan pada pria itu. Namun semakin ke belakang kita bisa lihat gimana egoisnya Tania yang cukup membuat emosi para pembaca. Jadi aku sebagai pembaca sering kali merasa kesal bahkan di dua pertiga dari buku ini.
Berbeda dengan tanggapan orang-orang yang nggak suka buku ini, mereka menyebutkan bahwa novel ini mengandung unsur pedofilia, dan setelah aku baca dan coba terka-terka, menurutku agak berbeda dengan konsep pedofilia seperti yang kita tahu selama ini. Opiniku sebenarnya agak aneh dan aku juga kurang paham di mana sisi pedofilia itu di sini, kemudian mengingat novel ini terbit sekitar tahun 2010 yang mana mungkin kasus atau isu sosial seperti itu masih belum banyak muncul.
Dan spekulasiku adalah bahwa novel ini ditujukan untuk menyindir seseorang, yang bisa jadi kita nggak tahu siapa.
Ini membawa ke kesimpulan terakhir yaitu rating, dan di sini aku kasih 3,8 dari 5 bintang untuk novel ini. Novel ini cukup menghibur dan mungkin jadi salah satu novel yang cukup menguras emosi dari Tere Liye yang pernah aku baca. Tapi aku pribadi merekomendasikan novel ini buat kamu baca kalau kamu lagi cari bacaan ringan dengan sedikit percikan bumbu romance.
Dan aku penasaran sama opini kamu buat yang sudah baca novel ini. Tulis di kolom komentar ya!
Oke itu tadi adalah reviewku mengenai novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karyanya Tere Liye. Aku akhiri dulu blognya sampai sini dan kita ketemu lagi di blog selanjutnya ya! Dadah!~
Komentar
Posting Komentar