Kamu pasti sudah nggak asing dengan istilah Benua Atlantis atau mungkin yang sering digadang-gadang sebagai benua yang tenggelam dan sekarang mendiami dasar lautan di bumi?
Atau mitos-mitos lain seputar benua yang tenggelam dan tertimbun di bawah negara entah di mana?
Mungkin buku Eden in the East karya Stephen Oppenheimer ini bakalan sedikit membukakan pengetahuanmu mengenai hal itu.
Dan sebelum review buku ini dimulai, aku mau ngucapin mohon maaf dulu karena baru sempet upload blog lagi sekarang. Karena bulan Februari ini aku cukup hectic dan bacaanku juga nggak banyak, yang justru didominasi buku ini untuk menghabiskannya, jadi ya gitu deh~
Jadi tanpa berlama-lama lagi langsung saja kita mulai ke reviewnya!
Iya, aku tahu mungkin istilah Sundaland ini sendiri buat orang Indonesia cukup menggelitik ya. Dan sepertinya nggak perlu lagi aku bahas kenapa di kesempatan kali ini.
Selain ada proses bagaimana benua yang semula-mula utuh menjadi terpecah, di buku ini akan menjabarkan mengenai teori-teori penciptaan, baik pada alam semesta atau kehidupan di bumi itu sendiri.
Buku ini dibagi menjadi dua bagian, di mana bagian yang pertama menjelaskan mengenai fenomena apa yang menyebabkan benua yang kita kenal sekarang berasal dari pecahan-pecahan benua yang lainnya, karena suatu banjir raksasa.
Benua-benua yang kurang beruntung yang lebih rendah dari benua lainnya, terpaksa tenggelam ditelan air lautan yang menyebabkan kini tidak mampu menopang hingga daratan lagi. Dan diprediksi bahwa terjadi beberapa banjir susulan yang menyebabkan benua tersebut semakin dalam pada perairan.
Sementara bagian kedua buku ini, as I said before, memang lebih banyak menjabarkan mengenai teori penciptaan yang dipadukan dengan teori evolusi. Tapi jangan salah, buku ini nggak hanya menjabarkan satu-dua teori saja, melainkan dikombinasikan dengan cerita rakyat / dongeng / mitos dari hampir seluruh negara mengenai teori penciptaan.
Buku ini juga penjabarannya menurutku juga lumayan oke untuk ukuran buku ilmiah seperti ini. Terlebih mengingat buku ini setelah 800 halaman lebih. Tapi aku suka bagaimana penulisnya mampu merangkum dan merangkai kata demi katanya yang terkesan santai namun tetap serius dalam menyajikan topiknya.
Hal yang aku suka lewat buku ini salah satunya karena lewat buku ini aku belajar banyak mengenai sejarah bumi kita sendiri dan rahasia-rahasia apa yang mungkin selama ini hanya kita anggap angin lalu saja. Ditambah di buku ini juga sedikit banyak menjabarkan bahwa Indonesia itu kaya, tanpa kita sadari.
Selain itu buku ini tuh juga bikin aku melek budaya terhadap dunia luar yang mana, lagi-lagi, sering kita nggak sadar sebelumnya. Dan lewat beberapa bukti-bukti prasejarah serta kondisi geografis suatu negara saat itu, aku juga bisa jadi tahu bagaimana suatu negara memperoleh dan menciptakan budayanya masing-masing.
Sayangnya mungkin karena ini buku yang diterjemahkan, masih banyak kata-kata atau kalimat yang terkesan aneh dan perlu proses lebih untuk memahami apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Dan juga di sini banyak sekali typo yang mana tidak hanya satu atau dua kali terjadi.
Dan aku juga sering kali menemukan kata-kata yang ditulis dempet alias tanpa spasi, dan beberapa huruf "m" kadang ditulis dengan huruf "rn" yang bikin aku penasaran, apakah editor di penerbit Ufuk (yang menerbitkan versi terjemahan buku ini), tidak mempunyai huruf "m" di keyboardnya?
Tapi setelah aku sadari, memang menyunting dan mengecek buku 800+ halaman ini tidaklah mudah. Namun itu justru menjadi resiko yang mereka tanggung seharusnya, bukan, ketika mau menerbitkan buku ini?
Oke itu tadi adalah reviewku mengenai buku Eden in the East yang ditulis oleh Stephen Oppenheimer. Aku pribadi pinjam buku ini dari perpustakaan sekolah tapi aku pernah lihat kalau buku ini juga ada di marketplace pada umumnya. Buat kamu yang sudah baca buku ini aku penasaran gimana impresi kamu.
Komentar
Posting Komentar