Masih dalam rangka membabat beberapa buku-buku yang aku masukkan ke list 20 Before 20, ada satu judul lagi yang akhirnya berhasil aku coret dari daftar tersebut, yang sekaligus juga menjadi wishlist aku dari kapan tahu, yaitu Negeri 5 Menara yang ditulis oleh A. Fuadi.
Aku yakin mungkin beberapa dari kamu pasti nggak asing dengan judul ini ya, bahkan judul yang ini pula sudah ada filmnya. Dan di blog kali ini aku mau membahas tuntas mengenai novel ini.
So, kalau kamu penasaran gimana impresiku dan berapa rating untuk novel ini, langsung saja kita mulai ke reviewnya!
Dia mempunyai satu planning di mana dia akan melanjutkan ke SMA negeri terbaik yang ada di daerah tempat dia tinggal dan akan melanjutkan kuliah di ITB. Ali mempunyai motivasi untuk menjadi Pak Habibie yang berfokus pada intelektualitas dan saintifik.
Namun mimpi itu harus dia kubur dalam-dalam karena ibunya mempunyai pandangan yang lain. Ibu Ali ingin agar Ali berada di pondok pesantren. Ali yang tahu bahwa kedua orangtuanya yang kuat di latar belakang agama hanya bisa tertunduk lesu saat mengetahui berita ini.
Ali pun mengiakan, namun dia mempunyai syarat. Jika memang dia harus mondok, dia memilih pondok terbaik yang lokasinya ada di Jawa Timur yaitu Pondok Madani.
Lalu bagaimanakah kehidupan Ali setelahnya? Mampukah orangtuanya menyanggupi pilihan Ali jikalau memang mereka ingin memasukkan Ali ke pondok pesantren? Atau Ali tetap mempunyai mimpinya untuk bersekolah di SMA dan melanjutkan kuliah di ITB? Nah kamu bisa baca sendiri di novelnya untuk tahu selengkapnya ya!
Sekarang aku mau mereview dari narasinya dulu. Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama dari sudut pandangnya Ali. Tentu saja lewat kacamata Ali, kita bisa melihat bagaimana Ali tumbuh besar dan suasana yang ada di lingkungan sekitarnya. Mengenai bagaimana Ali yang mempunyai mimpi besar dan juga batin-batin Ali, aku sebagai pembaca bisa merasakan empati terhadap Ali.
Hal itu juga nggak luput dengan beberapa perasaan lain dari Ali seperti kekecewaan, kegembiraan, terharu, bahkan perasaan was-was di beberapa kondisi tertentu.
Gaya bercerita penulis di sini juga menurut aku lumayan enak untuk diikuti dengan sedikit tambahan deskriptif tempat di novel ini yang juga menawarkan keindahan alam Maninjau, Sumatra Barat.
Sekarang untuk alur di novel ini, alurnya bergerak maju mundur di mana di bagian awal kita akan mengikuti kisah di masa sekarang yang menunjukkan seorang lelaki yang mendapat telepon dari orang tak dikenal. Dan mendengar suara dan nama yang disebutkan di telepon itu membawa ingatan lelaki itu ke masa lalu.
Jadi basically novel ini semacam menceritakan masa lalu gitu deh, meskipun memang porsi di masa lalu-nya lebih banyak. Dan nanti di pertengahan juga kita akan diperlihatkan kembali dengan cerita yang ada di masa sekarang. Well, untuk permainan waktu ini sebenarnya kalau bisa aku bilang nggak terlalu signifikan untuk jalan cerita secara keseluruhan sih ya.
Sekarang untuk tokoh-tokoh, di sini tuh memang pada awalnya nggak banyak, tapi seiring cerita ini berjalan kita akan menemukan tokoh-tokoh yang baru dan semakin banyak. Yang tentu saja tokoh-tokoh tersebut adalah teman-teman Ali yang ada di pondok.
Tentu saja mengenai kultur pondok yang kita semua tahu juga banyak didatangi oleh orang dari berbagai macam latar belakang, di sini pun begitu, sehingga kita bisa melihat seberagamnya manusia dari latar belakang yang berbeda-beda di sini. Hal itu pula yang membuat Ali semakin mempunyai semacam pikiran yang lebih terbuka dan luas lagi ketika ia berada di pondok.
Untuk tokoh Ali sendiri bisa kubilang dia tuh cukup stabil dari awal sampai akhir. Dia masih tetap mempertahankan integritasnya sebagai murid yang bisa kubilang cukup pintar dan punya ambisi besar. Nggak jarang di sini kita diperlihatkan bagaimana perasaan Ali di beberapa bagian yang tampak murung, overthinking, bahkan iri terhadap sahabatnya yang ada di Maninjau karena sahabatnya bisa bersekolah di SMA yang favorit. Dan hal yang dialami oleh Ali ini sedikit banyak juga mirip dengan apa yang aku alami.
Sekarang aku mau bahas mengenai hal yang aku suka dari novel ini. Yang pertama aku suka mengenai bagaimana sosok Ali yang digambarkan mempunyai motivasi besar dan kuat untuk menempuh pendidikan meskipun dia mempunyai halangan terbesar dan bisa kubilang dia juga melakukan hal tersebut karena pasrah dan terpaksa, alias "mau bagaimana lagi" gitu kan?
Terus aku juga suka dengan bagaimana di novel ini kita bisa melihat tuh sebenernya kultur belajar di pondok itu kayak gimana sih? Ya meskipun mungkin kita pernah mendengarnya dari mulut ke mulut mengenai pengalaman orang lain, tapi di sini kita bisa ikut-ikutan merasakan ambience-nya itu bagaimana.
Dan yang terakhir, aku suka dengan bagaimana novel ini juga kuat dengan unsur pertemanannya dan ada satu bagian di sini ketika mereka semua berkumpul dan menceritakan masa lalu mereka serta rencana masa depan mereka, itu membuat sedikit kehangatan di tengah-tengah cerita ini.
Sementara untuk hal yang aku kurang suka, ini menurutku aja sih ya, yaitu novel ini alih-alih kuat di unsur petualangan atau mungkin juga unsur lokal layaknya beberapa novel remaja lainnya, novel ini justru kuat di unsur agama, yang membuatku bertanya-tanya novel ini mungkin lebih cocok dikategorikan sebagai novel islami daripada "novel inspirasional" let say seperti beberapa judul karyanya Andrea Hirata.
Kemudian di sini berkaitan dengan suasana pondok lagi, beberapa hal-hal "kurang enak" dari dunia pondok sebenarnya juga dijelaskan secara gamblang di sini. Seperti yang kita tahu kan kalau dunia pondok itu digambarkan keras, disiplin, dan semacamnya. Hal itu pula yang tergambar amat jelas di sini, yang somehow bikin aku nggak nyaman.
Dan yang terakhir, sayang sekali novel ini tuh dari awal sampai akhir ya hanya mengisahkan kehidupan anak pondok saja. Nggak sesuai dengan judulnya yang mengandung 5 Menara itu. Aku kira novel ini akan terangkum sampai habis tapi ini masih judul pertama dari judul ketiga, yang menurutku cukup draining juga untuk mengikutinya sampai selesai. Aku mengharapkan sesuatu yang bersifat seperti adventure alih-alih pelajaran agama di sini.
Mungkin kita semua tahu lah ya ending novel ini seperti apa nantinya, di mana mereka yang tadinya anak pondok bisa berskeolah di luar negeri di 5 negara yang berbeda dan bakal reuni kembali? Nah, berkaitan dengan hal itu pula, aku merasa novel ini tuh di beberapa bagian lumayan ketebak dan too good to be true gitu loh. Dan sayangnya di beberapa bagian aku juga merasakan tidak adnaya unsur atau sesuatu yang bikin aku pengen cepet buat selesaiin buku ini atau ingin nyari tahu jawaban atas sesuatu. Kayak, flat, dan mengalir begitu saja~
Dan ini akan berlanjut ke poin terakhir yaitu rating, sayang sekali aku cuma bisa kasih rating 3 dari 5 bintang untuk novel ini. Agak sedikit nggak sesuai dengan ekspektasi aku.
Sebagai perbandingan aku menggunakan buku-buku Andrea Hirata yang aku baca. Aku mengharapkan cerita yang kurang lebih mirip seperti itu, namun aku tidak mendapatkan hal tersebut di sini. Dan hal itu pula yang akhirnya membuatku memutuskan untuk nggak lanjutin lagi untuk baca buku kedua dan buku ketiga dari seri ini... So sorry!
Oke itu tadi adalah reviewku mengenai novel Negeri 5 Menara yang ditulis oleh A. Fuadi. Buat kamu yang sudah baca coba ceritakan pengalamannya di kolom komentar apakah kamu suka banget sama judul ini atau sama kayak aku, merasa kurang suka.
Aku akhiri sampai sini blog kali ini, terima kasih banyak buat yang sudah baca, kita akan ketemu lagi di review-review selanjutnya. Dadah!~
Komentar
Posting Komentar